Hidup yang Remuk Namun Tetap Tegar dalam Tuhan:

Oleh: Martin Simamora

 Bukan Memilih Untuk Menyudahi Hidup

Kekecewaan dapat menjadi masalah yang begitu besar bagi manusia. Karena sakit seperti rematik saja, bahkan, dapat membuat manusia membayar mahal hanya untuk mengakhiri hidupnya. Mari sejenak membaca washingtonpost.com tertanggal 22 September 2014:

It’s a tourism boom, but not one to crow about: The number of people traveling to Switzerland to end their lives is growing. And it seems that more and more people with a nonfatal disease are making the trip.

For example, 123 people came in 2008 and 172 in 2012. In total, 611 people came over that period from 31 countries, mostly from Germany and Britain: 44 percent and 21 percent of the total, respectively.

Twenty-one people came from the United States. The study found that the median age for what it termed “suicide tourism” was 69 years, and just under 60 percent were women.

Neurological diseases, only some of which are fatal, were given as the reason for 47 percent of those foreign cases, up from 12 percent in a similar study of the same region between 1990 and 2000. Rheumatic or connective tissue diseases, generally considered nonfatal and including such ailments as rheumatoid arthritis and osteoporosis, accounted for 25 percent of cases in the new study. Between 1990 and 2000, they were cited in only 10 percent of cases.

There was also a tiny rise in the proportion of people coming to Switzerland for assisted suicide because of mental health problems: 3.4 percent in the latest study, up from 2.7 percent.

Cancer, on the other hand, was cited in 37 percent of cases between 2008 and 2012, a decrease of 10 percent.

One reason that people with non-terminal conditions might be traveling to Switzerland to die could be that people with late-stage diseases are less mobile, according to Michael Charouneau of the British group Dignity in Dying. “We know that many of those who travel do so earlier than they would wish, whilst they are still physically well enough to make the journey,” he said.

Bunuh diri kini menjadi sebuah  demand atau kebutuhan yang berubah menjadi pasar tersendiri. Ini bukan bunuh diri gratisan, anda harus membayar untuk melenyapkan penderitaan anda  mulai dari karena rematik hingga  kanker.

Saya tidak sedang meremehkan penderitaan yang dapat diakibatkan oleh rematik, tetapi   menjadi  begitu sukar untuk dipahami kala bunuh diri merupakan solusi yang dikejar-kejar untuk mengakhiri hidup dan mengabaikan begitu saja berbagai solusi medikal dan psikologi yang dapat dipilih untuk dijalani penuh ketabahan, ketimbang membayar mahal untuk sebuah kematian yang terhormat. Jika cukup kaya untuk bunuh diri yang legal dan mahal, mengapa tak bertahan untuk upaya-upaya medis dan teknologi kedokteran? Sementara saya akan tetap menentang pilihan-pilihan semacam ini, saya juga tidak ingin mengatakan bahwa ini adalah sebuah kecengengan dalam menjalani hidup, sebab bagaimanapun juga saya tidak pernah benar-benar tahu bagaimana seorang bisa tiba pada keputusan semacam ini. Saya tidak tahu selain mencoba memahami tantangan hidup yang mungkin tidak seringan yang saya sangkakan.

Apa yang harus kita mengerti, realita hidup ini memang keras dan bisa menjadi begitu menghancurkan jiwa! Ini harus dicamkan, agar kita mengerti bahwa perjalanan iman seorang percaya tidak pernah tanpa resiko-resiko. Bahkan banyak resiko yang disangkakan dikendalikan manusia, itu dalam skala-skala probabilitas dan bukan kepastian yang absolut. Manusia begitu mudah untuk diletihkan jiwanya dalam kehidupan sehari-harinya, itu sebabnya firman Tuhan selalu menempatkan manusia untuk tidak menggantungkan kehidupannya pada dirinya:

TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya. Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu- Mazmur 34:18-19

Mazmur Daud ini merupakan mazmur yang menyatakan kehidupan manusia-manusia beriman apa adanya, tidak kebal dari situasi-situasi jiwa yang remuk. Tetapi ia berujar dalam keadaan demikian:

Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!- Mazmur 34:8

Sang Mesias juga menunjukan dirinya saja sebagai satu-satunya solusi bagi kepenatan hidup yang meletihkan jiwa:

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.- Matius 11:28

Bagaimana memahami dan menjelaskan seorang yang baru saja berkata “kemalangan orang benar banyak” dapat berkata “kecaplah dan lihatlah betapa baiknya TUHAN itu.” Ini adalah lagu yang lahir bersama air mata-lagu yang sangat mungkin dikandung oleh air mata karena ia sedang remuk jiwanya dan telah memandang betapa banyaknya kemalangan orang benar. Ini tidak hendak mengatakan kalau orang benar atau beriman kepada  Tuhan itu harus dan pasti mengalami banyak atau berlimpah kemalangan, barulah ia terbukti orang benar. Bukan seperti itu sama sekali:

Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatupun yang baik.- Mazmur 34:10
Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?- Mazmur 34:12

Untuk apakah berumur panjang tetapi tidak memiliki tujuan yang datang dari kebaikan-kebaikan Tuhan? Bukan umur panjang yang menjadi target hidup ini tetapi mengenal Tuhan itulah target-target Tuhan bagi kita. Jika kita tidak kekurangan maka itu agar kita mencari Tuhan, jika pun kita kekurangan dalam hidup ini, maka itu pun agar kita mencari Tuhan dan bukan mencari cara-cara dunia ini. Kala merana kelaparan, apakah saya dan anda tetap menjadi orang yang mencari TUHAN? Tetap percaya  bahwa saya dan anda tidak kekurangan sesuatupun yang baik?

Jika Daud dalam melihat kemalangan orang benar itu banyak, tetap berkata kecaplah dan lihatlah betapa baiknya, Tuhan itu, maka jelas sekali bahwa di dalam ketakberdayaan manusia, Tuhan tetap memperlihatkan diri-Nya dapat dikecap kebaikannya. Ingatlah bahwa kebaikan-Nya adalah hal yang sangat dikehendaki-Nya agar kita nikmati dalam hidup ini-hidup yang penuh dengan tantangan. Jika tidak demikian,  kemana lagi manusia harus berseru dan mendapatkan   air minum penyejuk jiwa. Yesus Sang Mesias  pernah bersabda kepada seorang wanita Samaria:

Jawab Yesus kepadanya: "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal."- Yohanes 4:13-14

Dunia ini penuh dengan problem dan juga penuh dengan sukacita, tetapi pada semuanya memiliki batasan-batasannya. Tidak ada yang benar-benar abadi, seperti air memiliki durasi tertentu untuk menghapus dahaga, maka uang pun hanya bisa membeli sejenak kebahagiaan  namun tak dapat mencegah kesedihan mendalam saat  sendiri didalam kamar tidur.

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;… Pengkhotbah 3:1-8


Dalam ketenaran dan dalam kekayaan, kebahagiaan  berakhir pada penyudahan hidup didalam masalah-masalah. Jadi tak heran jika bunuh diri telah menjadi sebuah bisnis kematian dalam masalah atas nama membebaskan penderitaan. Sementara Yesus mendefinisikan kebahagiaan bukan dalam kefanaan hidup ini tetapi memancar sampai kepada hidup yang kekal dengan memiliki “air yang  diberikan-Nya” kepada siapapun yang diberikan-Nya untuk menerima.

Kekecewaan tidak bisa dijinakan dengan optimisme oleh sebab siklus di dunia ini diwarnai oleh pengharapan-pengharapan yang harus berkompetisi dengan kemungkinan-kemungkinan meleset dan gagal atas pengharapan akan kebahagiaan dan keberhasilan; atas impian dan kegemilangan hidup. Bagaimana agar tetap tegar dan tangguh didalamnya, tidak bisa mengandalkan jiwa manusia. Dunia ini memang bisa menyeret siapapun ke dalam penderitaan  yang memerlukan orang-orang dikasihi untuk menopangnya, untuk memberikan semangat hidup, tetapi sekalipun demikian itu semua tidak bisa melenyapkan  atau memulihkan jiwa yang telah “retak” yang  bahkan tak dapat dilihat oleh siapapun. Dalam  tubuh yang tertawa dan dalam wajah yang bersemangat  tak ada yang dapat mengetahui bahwa ia sedang berada dalam titik-titik terkritikalnya untuk bertahan hidup. Semua manusia memiliki potensi untuk terjerumus dalam kehidupan yang sama sekali tak kita inginkan namun berkuasa penuh untuk menyandera jiwa. Lagu Linkin Park ini memberikan deskripsinya yang sangat jujur akan problem manusia:

"Castle Of Glass"
Take me down to the river bend
Take me down to the fighting end
Wash the poison from off my skin
Show me how to be whole again

Fly me up on a silver wing
Past the black where the sirens sing
Warm me up in a nova's glow
And drop me down to the dream below

'Cause I'm only a crack in this castle of glass
Hardly anything there for you to see
For you to see

Bring me home in a blinding dream,
Through the secrets that I have seen
Wash the sorrow from off my skin
And show me how to be whole again

'Cause I'm only a crack in this castle of glass
Hardly anything there for you to see
For you to see

'Cause I'm only a crack in this castle of glass
Hardly anything else I need to be

'Cause I'm only a crack in this castle of glass
Hardly anything there for you to see
For you to see
For you to see

Ketika kita memiliki Kristus pun, kita masih hidup di dunia ini dengan segala problemnya dan tekanan-tekanannya. Banyak orang bisa menoleransi penderitaan akibat kesalahannya, tetapi bagaimana dengan penderitaan yang diakibatkan oleh orang-orang lain? Tentu tidak mudah bagi jiwa manusia untuk menanggulanginya. Ya..  bahkan kini karena rematik saja sudah cukup untuk membawanya pada keputusan bunuh diri, dengan tetap memahami bahwa rasa sakit yang seringan apapun merupakan  situasi yang bisa membuat manusia menjadi frustrasi dan kehilangan sukacitanya bila berkepanjangan dan berulang. Karena pain killer memiliki durasinya dan tidak memberikan kebahagiaan dalam hal itu.


Ketika kita memiliki Kristus, maka inilah yang disabdakannya dalam menghadapi realita hidup yang  tak selalu mudah dan bisa mengakibatkan jiwa menjadi kalut dan memilih kematian sebagai dambaan yang tak terelakan:

Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?"- Yohanes 11:25-26

Mengapa Yesus membicarakan kematian? Bukan saja karena kematian diasosiakan sebagai keberakhiran hidup dan eksistensi seorang manusia, tetapi kematian adalah peristiwa yang mengucurkan air mata. Bahkan kini kematian telah menjadi pilihan-pilihan rasional karena telah diasosiasikan dengan penyudahan derita  yang mustahil ditanggulangi dengan ilmu pengetahuan, hipnosis, musik, kebersamaan dengan isteri dan anak-anak tercinta. Manusia memiliki retakan-retakan jiwa yang tak dapat dilihat oleh orang lain selain dirinya namun tetap tak terpahamkan olehnya untuk diselesaikan, selain mengakhiri saja dirinya untuk eksis di dunia ini. Kematian bagi Yesus adalah taklukannya demi banyak manusia yang akan dibawa Bapa kepadanya agar memiliki kemuliaan hidup dari Allah, dilepaskan dari pemerintahan maut:

Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia. Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah--yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan--,yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan.- Ibrani 2:9-10


Kematian dalam segala wujudnya adalah hal yang mendukakan dan bukan untuk menjadi sebuah pergunjingan yang bagaimanapun. Bahkan kita perlu berdoa bagi diri kita sendiri, agar jangan takabur dalam memandang kekuatan diri untuk beriman dalam menghadapi tekanan-tekanan dan tantangan hidup. Karena beriman kepada Tuhan tak pernah berpondasikan kekuatan diri, jika demikian adanya maka apakah perlunya Tuhan masuk ke dalam gagasan-gagasan penanggulangan problem hidup. Karena kekuatan diri  memiliki batasan dan kuasanya, maka tak layak menjadi juruselamat bagi diri, maka beriman manusia kepada Tuhan Penebus hidupnya, Sang Pemberi Hidup sangat fundamental dan absolut. Bukankah demikian? Atau tidakkah?

Mengapa Yesus juga membicarakan hidup berdampingan dengan kematian? Karena didalam kematianlah Yesus mengatasi penjara kekal jiwa dalam pemerintahan kematian yang bahkan mampu mengontrol pilihan-pilihan rasional manusia. Sang Mesias telah mengubah  rasionalitas kematian adalah tujuan final menyelesaikan masalah dalam kematian itu saja, menjadi rasionalitas kematian didalam-Nya adalah satu-satunya jalan menuju hidup yang telah dimerdekakan dari pemerintahan kematian yang mampu mengontrol segenap eksistensi seorang manusia. Bahkan lebih megah dari ini!


Jikalau kematian adalah realitas bagi setiap manusia tak kecuali orang beriman kepada Kristus, maka demikian jugalah dengan masalah-masalah hidup. Yesus mengajak setiap orang-orang tebusannya untuk menghadapi realita ini secara obyektif dan sekaligus hanya memandang dan menerima diri-Nya sebagai satu-satunya protokol Allah agar manusia mengenal Allah sebagai sumber hidup sementara banyak  masalah bisa mendorong  manusia bisa berkata ”selesai sudah hidupku.”


Jika Daud berkata “kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan” sementara ia sendiri berkata “banyak kemalangan orang benar,” maka Yesus Sang Mesias berkata “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati…”


Dalam Tuhan, senantiasa ada hidup sekalipun dunia bisa saja mengajarkan dan menunjukan padamu: hidupmu sudah selesai dan percuma. Jangan biarkan diri tetap berjalan dalam kegelapan, karena  bahkan didalam kegelapan, Terang dan Hidup sudah ada dan masih ada untuk menyelamatkan  anda:

Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup."- Matius 8:12

Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak: "Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku tetapi kamu akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang." Maka kata orang-orang Yahudi itu: "Apakah Ia mau bunuh diri dan karena itu dikatakan-Nya: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang?" Lalu Ia berkata kepada mereka: "Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini. Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu." - Yohanes 8:21-24

Yesus Sang Mesias tidak berada dalam belenggu pemerintahan maut karena ia dari atas. Ia mengatasi kematian karena itulah kematian baginya akan berkesudahan pada kebangkitan hidup. Manusia tak berdaya untuk memahami ini selain memahaminya sebagai “apakah Ia mau bunuh diri?” Manusia begitu dekat dengan gagasan untuk bunuh diri, kemanusiaan kita begitu akrab dengan kematian sebagai kesudahan hidup, sementara Yesus berkuasa dan kini telah menaklukan kematian dan maut sebagai tujuan final sebuah hidup manusia fana. 



Mampukah anda menaklukan kematian dan kuasa maut selama anda mati agar anda pada akhirnya bangkit untuk hidup bagi dan dalam persekutuan dengan Allah selama-lamanya, dan bukan untuk maut, tanpa  pertolongan seorang Juruselamat yang berkuasa atas kematian dan kuasa maut?

Soli Deo Gloria


Comments