Oleh: Martin Simamora
Jika Tuhan bukan
konsepsi dan hasil kreasi budaya manusia maka memiliki pengalaman hidup bersamaTuhan tidak akan berlebihan untuk
diucapkan mengingat Ia adalah Tuhan atas kehidupan di dunia ini dengan segala
problematikanya. Menarik untuk bercermin pada Mazmur berikut ini:
Aku melayangkan mataku
ke gunung-gunung; dari manakah akan
datang pertolonganku? Pertolonganku
ialah dari TUHAN, yang menjadikan
langit dan bumi. Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak
akan terlelap- Mazmur 121:1-3
Bagi Pemazmur, Tuhannya adalah Tuhan yang
menjadikan langit dan bumi yang memiliki hubungan personal dengan dirinya dan
memiliki pengalaman-pengalaman otentik bagi dirinya: “Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap.”
Sangat menarik ketika Pemazmur menyatakan Allah “Penjaga yang tidak akan
terlelap” dengan “Ia takkan membiarkan kakimu goyah” sebab si Pemazmur hendak
menyatakan bahwa Allahnya senantiasa
menjaga, memelihara kehidupannya dalam keadaan bagaimanapun dirinya dalam
segenap waktu. Pernyataan “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung, dari
manakah akan dating pertolonganku? Pertolonganku iadalah dari TUHAN, yang
menjadikan langit dan bumi” menunjukan bahwa Ia mengenal baik pemerintahan penuh kuasa Tuhan penjaganya mengatasi
langit dan bumi, sebab ciptaan-Nya. Ini adalah pengalaman lebih dari sekedar
menikmati kebaikan dan kemurahan Tuhan yang melimpahkan kesejahteraan, tetapi
juga sebuah pengenalan akan Tuhan yang memberikan pemeliharaan dan kekuatan
yang tak berputus dan tak pernah gagal manakala kehidupan ini harus berjumpa
dengan berbagai momentum mencekam atau
menguatirkan. Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang
pertolonganku? Tak ada konsepsi di sini akan siapakah dan apakah Tuhan itu
seharusnya, bagi manusia! Di sini manusia memandang Tuhan sebagaimana Ia adalah
TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi-yang takkan membiarkan kaki ini goyah,
yang memelihara dan melindungi diri tanpa sebuah kelengahan yang bagaimanapun.
Setiap titik peristiwanya ada dalam penjagaan Tuhan.
Bagi Pemazmur tiada
konsepsi atau kultur atau spiritualisme yang bagaimanapun sehingga begitu
penting untuk menjaminkan kehidupannya selain kepada Allah yang hidup dan yang
kepadanya saja manusia boleh bersandar dan berseru sebab Ia memelihara diri ini
melampaui pemahaman dan kekuatan diri seorang manusia:
Matahari tidak menyakiti engkau
pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. TUHAN akan menjaga engkau
terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. TUHAN akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai
selama-lamanya.- Mazmur 121:6-8
Seberapa dalam
kehidupan Kristen kita membawa kita pada sebuah relasi yang teramat megah seperti
ini? Bahwa kita memiliki relasi yang
membawa kita pada pengimanan untuk meletakan keamanan nyawa kita ini kedalam
tangan Tuhan? IA AKAN MENJAGA NYAWAKU.
Seberapa bahayanyakah kehidupan ini bagimu atau seberapa banyak yang
menginginkan kematianmu walau tidak ada kejahatan yang kautorehkan untuk
mendatangkan kematian setimpal dalam dunia manusia ini? Jika demikian adanya
siapakah yang dapat menjaminkan selain berkata: “Tuhan akan menjaga keluar
masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya.” Tetapi ingatlah, dalam apa yang
dikatakan sekarang ini damai sekalipun, siapakah yang dapat menjaminkan
keamanan nyawamu? Sehingga IA AKAN
MENJAGA NYAWAKU merupakan tindakan kasih setia Tuhan sebagai Penjaga yang tak pernah terlelap. Maksudnya, apapun yang
kita upayakan untuk bertanggungjawab atas diri ini dalam perbuatan, perkataan
dan kehidupan yang memperhatikan kesehatan, pola hidup benar dan lain
sebagainya dalam hal itu sekalipun, tidak akan membuat IA MENGENDURKAN
PENJAGAAN ATAS DIRIMU, sebab dalam semua itu sama sekali tidak dapat menjaga
keamanan nyawamu sebagai milik-Nya.
Kita harus memahami
bahwa kehidupan di dunia ini kerap memusuhi kebenaran dalam cara yang mencengangkan
untuk sekedar dibayangkan saja. Coba perhatikan ini:
Cukup lama
aku tinggal bersama-sama dengan orang-orang yang membenci perdamaian.
Aku ini suka perdamaian,
tetapi apabila aku berbicara, maka mereka menghendaki perang.- Mazmur 120:6-7
Jika anda suka dengan
perdamaian maka ini penting. Berdamai dengan semua pihak adalah hal yang
bernilai sekali dalam kehidupan ini. Tetapi bagaimana jika sekalipun demikian,
mereka menghendaki perang. Tidak perlu menjadi sebuah kesukaran untuk
dipikirkan apakah mungkin kala menyukai perdamaian akan direspon dengan
menghendaki perang, karena kita bisa melihat
didepan mata kita sendiri ada saja sekelompok orang yang mengobarkan semangat
berperang sementara tidak ada satu pun alasan yang kuat untuk memerangi;
kehidupan damai dijawab dengan bom atau penikaman aparat keamanan. Dan dalam
skala yang lebih besar dan lebih destruktif dapat kita lihat di kawasan Syria
atau Irak, dimana kedamaian dan peradaban dihancurkan sekalipun masyarakat sipil tidak mengikhtiarkan
kebencian dan permusuhan, tetapi sekalipun demikian kematian dibidikan pada anak-anak hingga
orang-orang lanjut usia.
Semangat-semangat
kebencian bahkan menjadi cukup mudah ditemukan dan mulai disematkan dalam
kehidupan generasi-generasi penerus, mulai dari kanak-kanak. Di kawasan-kawasan
perang, bahkan, anak-anak harus memeluk erat senjata otomatis untuk membela hak
hidup atau demi keamanan nyawanya. Itulah realitas dunia ini, di belahan dunia
lainnya sementara kita masih dapat menikmati apa yang disebuat sebagai damai.
Kehidupan manusia
melampaui apa yang disebut kontradiksi dan paradoks karena pada dasarnya
manusia-manusia secara sadar menginginkan kebencian, permusuhan dan pertumpahan
darah dengan berbagai kendaraannya. Tak ada kontradiksi dan paradoks yang dapat
menjelaskan secara masuk akal mengapa manusia mampu mengkreasikan kebencian,
permusuhan dan pertumpahan darah secara sistematis bahkan dalam sentimen agama, ras hingga
kesenjangan ekonomi dan kesenjangan prestasi?
Jika demikian adanya
dunia manusia itu, apakah yang dapat dilakukan oleh manusia untuk mengamankan
nyawanya, seberapa jauhkan ia dapat menjaminkan nyawanya sesuai dengan maksud
dan kehendak dirinya sendiri? Perhatikan Mazmur ini:
Jikalau bukan TUHAN
yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota,
sia-sialah pengawal berjaga-jaga. Sia-sialah kamu
bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang
diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya
pada waktu tidur.- Mazmur 127:1-2
Masih
mampukah diri ini penuh keyakinan bahwa itulah
kebenaranku, berkata “Jikalau bukan TUHAN.” Mengapa segala permulaan bagi manusia harus dimulai
oleh TUHAN? Seberapa hebatnya manusia mampu membangun diri, membangun hidup,
membangun sukses, membangun moralitas dirinya selama itu diluar Tuhan sebagai
pemula dan didalam-Nya maka semua itu
sia-sia! “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha
orang yang membangunnya; jikalu bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah
pengawal berjaga-jaga. Di sini Pemazmur melihat segala daya dan potensi manusia
dalam membangun dan bekerja untuk kegemilangan hidup moralitasnya, peradabannya
dan nilai-nilai kemanusiaan adalah sia-sia jikalau TUHAN tidak ditempati mengatasi waktu, ruang, dan
materi. Jika Tuhan ditempatkan dalam cangkang-cangkang kemanusiaan, peradaban
dan budaya, pemikiran dan konsepsi maka mustahil untuk berkata “Jikalau bukan Tuhan yang membangun
rumah, sia-sialah usaha orang membangunnya.”
Budaya dan kerja manusia harus senantiasa merupakan produk yang lahir didalam hidup memiliki relasi dengan Tuhan sehingga kebaikan dan keadaan yang baik dimiliki sekalipun realitas hidup keras dan penuh tantangan harus dihadapi:
Berbahagialah
setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang
ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah
keadaanmu!- Mazmur 128:1-2
Kebahagiaan dalam
Tuhan tidak meniadakan sebuah kehidupan jerih payah. Tetapi tidak semua jerih
payah dapat berlangsung dalam hidup yang memiliki relasi dengan Tuhan. Kuncinya
bukan pada kerja penuh perjuangan, jujur dan berdedikasi penuh. Karena jikapun
demikian maka itu adalah sia-sia. Hidup tidak menjadi sia-sia hanya
jika memiliki relasi dengan Tuhan. Mazmur Salomo tadi sudah
menyatakannya bagi kita. Jadi dimanakah
sekarang posisi saya dan anda? Apakah saya dan anda memiliki relasi dengan
Tuhan dalam keseharian hidup ini yang semakin lama akan semakin membawa diri
ini mempercayakan totalitas diri ini kepada Tuhan.
Yesus
Sang Mesias kepada para murid-Nya
menunjukan bahwa hidup yang sukses atau hidup penuh perjuangan untuk membangun
kehidupan, moralitas dan karakter adalah sia-sia belaka ketika hidup itu
sendiri tidak memiliki kasih karunia dan pemeliharaan-Nya.
Bahkan memiliki hikmat yang mulia tetapi diluar
kasih Tuhan, itu sia-sia atau
sampah yang pantas untuk dibakar pada akhirnya. Mari kita memperhatikan sabda
Yesus Sang Firman:
Siapakah di antara kamu
yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan
hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga
bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku
berkata kepadamu: Salomo dalam segala
kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi
jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok
dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang
yang kurang percaya?- Matius 6:27-30
Apakah
kemalangan terbesar manusia dalam hidup ini? Kemalangan
terbesarnya adalah: ia sama sekali tidak
berkuasa atas jalan hidupnya sendiri, sedikitpun
walau ia sudah sedemikian teliti, berhati-hati dan memperhatikan
tindak-tanduknya. Pertanyaan Yesus yang berbunyi siapakah di antara kamu yang
karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya,
merupakah pertanyaan yang bukan saja raksasa bagi manusia tetapi sebuah
kemustahilan untuk sekedar dipikirkan secara cermat. Dia Sang Firman kemudian
melanjutkan:” Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di
ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal” merupakan
pernyataan yang hendak menunjukan bahwa manusia seharusnyalah memandang dirinya
didalam Tuhan akan hidup didalam
pemeliharaan Tuhan. “Tumbuh tanpa
bekerja dan tanpa memintal” tidak
sedang menggagaskan sebuah kemalasan dan kepasifan yang bodoh, sebab
Yesus berkata “yang tumbuh.”
Perhatikan, bunga bakung itu memiliki aktifitas pada dirinya tetapi Yesus
berkata bahwa jikapun berbunga, bukan karena tanaman itu bekerja dan
memintalnya, tetapi Tuhanlah yang mengadakannya baginya sementara tanaman itu
bertumbuh dan hidup sebagaimana seharusnya.
Mazmur Salomo berkata
“Jikalau bukan Tuhan yang
membangun, maka sia-sialah,” Yesus
Sang Mesias berkata:
“Sebab
itu janganlah kamu kuatir dan
berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang
akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan
tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi
carilah dahulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”- Matius 6:31-33
Apakah yang kita
lakukan selama ini dan apakah yang kita utamakan dalam hidup ini akan
menyingkapkan apakah memang benar-benar “benar” menjalani kehidupan ini
dalam penuh tanggungjawab dan dalam penuh penghargaan terhadap kasih karunia
Tuhan bagi dirinya?
Percayalah, di sini,
tiada dusta. Tidak bisa dibohongi. Karena jiwa yang memiliki jiwa “Jikalau
bukan Tuhan yang membangun…” akan mampu berkata penuh percaya diri tanpa ragu:
“Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi
dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah
payah--sebab Ia memberikannya kepada
yang dicintai-Nya pada waktu tidur”
Karena hidup ini
sendiri adalah kasih karunia Allah. Jika ini tidak disadari maka keberhasilan
hidup akan disentralkan pada upaya manusia itu semata-mata dan bekerja menjadi
ibadah kepada tubuh dan eksistensi manusia itu saja, dan jika demikian didalam
saya dan anda bekerja, mustahil sedang beribadah kepada-Nya sementara sedang
bekerja di dunia ini! Tidur dengan nyenyak dan memiliki damai sejahtera-Nya
menjadi sebuah tanda tubuh yang
bersyukur dan berserah kepada Tuhan sekalipun hari itu adalah hari yang berat
dan hari yang kacau, bahwa apapun juga yang telah dilakukan, yang telah terjadi
dan yang akan dihadapinya, ia tahu Tuhan tidak pernah gagal memelihara
kehidupannya sebagai manusia yang berdedikasi dalam bekerja dan dalam membangun
kehidupan yang semakin lama semakin menyadari bahwa didalam Tuhan tidak ada
yang sia-sia dan akan selalu ada berkat-berkat terbaik dari Tuhan bagi setiap
anak-anak-Nya.
Bagaimana
pengalamanmu dengan Tuhan? Maukah memilikinya? Jika demikian,
maka inilah momen untuk membuat
keputusan penting tentang hidup ini, apakah yang kukejar; apakah yang ingin
kucapai dan apakah yang kukuatirkan? Apakah
sungguh aku mengejar kepuasan didalam Tuhan termasuk didalam berumah
tangga, didalam membangun diri, didalam relasi dan kasih dengan sesama manusia,
didalam bekerja dan didalam berkarya untuk memuliakan kemanusiaan ini didalam
Tuhan?
Bekerjalah,
bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang
bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia
kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan
meterai-Nya."-Yohanes 6:26
Lalu
kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami
mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?" Jawab
Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu
hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah."- Yohanes 6:2
Soli
Deo Gloria
Comments
Post a Comment